Kamis, 22 Oktober 2015

Solusi Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia Perspektif Mustafa Masyhur



Solusi Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia Perspektif Mustafa Masyhur
Oleh:
Muhammad Isya
E-mail: muhammadisya92@gmail.com

Abstrak
Pemuda merupakan generasi yang mempunyai semangat religius dan sebagai pilar bagi kebangkitan bangsa Indonesia. Namun, jika melihat kondisi pemuda Indonesia sendiri yang banyak terlibat dalam aksi kekerasan dan pelanggaran hukum, tidak akan mungkin kebangkitan bangsa akan terwujud. Perlu adanya solusi bijak dalam menumbuhkan semangat nasionalisme religius itu. Untuk itu, makalah ini akan menjelaskan solusi dalam upaya menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda Indonesia berdasarkan teori dakwah yang dibangun oleh Mustafa Masyhur

Kata kunci: Teori Dakwah Mustafa Masyhur, Islam, Nasionalisme Religius, Pemuda Indonesia.

A.    PENDAHULUAN
Pemuda merupakan harapan bangsa dan sebagai pilar kebangkitan Indonesia. Sebagaimana yang ditegaskan al-Banna,[1] pada diri pemuda terdapat empat hal (iman, ikhlas, semangat dan amal) dan apabila keempat hal tersebut dioptimalkan, maka  bisa menjadi sumber kebangkitan bangsa.[2] Bahkan, Soekarno juga mengatakan:
“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”[3]
Padahal faktanya, pemuda Indonesia tidak seperti yang diungkapkan al-Banna. Bahkan, jika melihat pernyataan Sarwini yang dikutip melalui Ditjen Lapas Depkumham, pemuda Indonesia banyak yang terlibat pada kejahatan dan pelanggaran hukum.[4] Begitu juga yang disampaikan R. Nasir, dkk., jika di Amerika Serikat, setiap lima menit remaja ditangkap karena melakukan tindak pidana kekerasan dan setiap dua jam seorang anak ditembak dan dibunuh, seperti itu juga yang terjadi di Indonesia.[5]
Oleh karena itu, perlu adanya langkah khusus untuk mengatasi persoalan tersebut atau solusi menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda Indonesia agar menjadi pilar kebangkitan bangsa. Makalah ini akan membahas solusi tersebut berdasarkan perspektif  Mustafa Masyhur.

B.     PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini akan dijelaskan dua hal, yaitu teori dakwah Mustafa Masyhur, dan solusi menumbuhkan nasionalisme pemuda Indonesia bersadarkan teori tersebut.

1.        Teori Dakwah Mustafa Masyhur
Melihat sejarah Islam pada masa Rasulullah, menurut Masyhur  kondisi saat ini hampir sama dengan Islam periode Makkah. Persamaan itu dilihat dari keterasingan dakwah di masyarakat, tekanan atau penganiayaan orang kafir kepada orang beriman,[6] jumlah muslimin yang minoritas menghadapi penguasa yang makar. Untuk itu, perlu adanya tahap-tahap dakwah dalam membentuk, membina dan menanamkan dasar keimanan yang kokoh. Tentu saja memerlukan kekuatan iman, kesabaran dan kerapian, teliti dan cermat, dan kerja keras yang kontinu dari pengemban dakwah tersebut. Mashhu>r mengutip pendapat al-Banna, dalam hal membentuk umat, mendidik bangsa, dan mewujudkan cita-cita memerlukan umat yang aktif dalam mewujudkan cita-cita itu.[7]
Seharusnya setiap dakwah memiliki tiga tahap sebagai berikut: Pertama,  tahap penerangan kepada setiap lapisan masyarakat. Kedua, tahap pembinaan dan pembentukan kader dakwah dari orang-orang yang terpilih. Ketiga, tahap pelaksanaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Ketiga hal tersebut harus disesuaikan satu sama lain dan tidak berjalan terpisah, karena kekuatan dakwah tergantung padanya. Apabila salah satunya hilang, maka dakwah akan kehilangan kekuatan.[8]
a.        Tahap Pengenalan Dakwah
Pengenalan dakwah merupakan hal yang paling dasar dan paling awal dalam tahapan dakwah. Oleh sebab itu kesalahan dalam memahami dan menjalankan tahap ini akan berdampak fatal pada pemahaman dan pengamalan tahap berikutnya. Hal yang paling utama sebelum menyampaikan dakwah, kader dakwah harus memahami kembali Islam secara benar dan menjauhkan dari bentuk penyimpangan terhadapnya. Kader dakwah harus memahami Quran secara benar, hadis-hadis, dan sejarah Rasulullah hingga orang-orang saleh lainnya. Inilah yang disebut kemurnian dakwah, dakwah yang sampaikan harus berdasarkan kebenaran Islam.[9]
Selain dari kemurnian dakwah, perlu adanya totalitas dan muruah bagi pengemban dakwah. Sebagaimana dalam konsep “Islamic Identity”al-Banna, salah satunya mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang komprehensif, yaitu agama yang inklusif dan sudah mengatur semua aspek kehidupan.[10] Selain dari itu, al-Banna juga pernah menegaskan:
إذا كان الإسلام شيئا غير السياسة وغير الاجتماع وغير الاقتصاد وغير الثقافة فما هو إذن؟... ألهذا أيها الإخوان نزل القرآن نظاما كاملا محكما مفصلا.[11]
Artinya:
Apabila Islam itu sesuatu bukan politik, sosial, ekonomi, dan budaya, lalu apa?... Ketahuilah wahai saudara-saudara bahwa Alquran itu diturunkan dengan tertib, lengkap, sempurna, lagi terperinci.
Islam bukan hanya mengatur masalah keyakinan, tetapi akhlak, tingkah laku, perasaan, pendidikan, sosial, politik, ekonomi, militer dan peradilan.[12] Untuk itu, kebenaran Islam harus disampaikan secara totalitas dan tidak sepotong-sepotong serta ikhlas karena Allah. Kemudian pengemban dakwah harus juga menjadi contoh, model dan teladan di masyarakat. Kehidupannya harus sesuai dengan pola kehidupan Rasulullah dan selalu komitmen dengan ajaran Islam.[13]
Pendakwah harus mempunyai banyak bacaan, mengikuti bermacam peristiwa, kondisi dan situasi, mengetahui aliran pemikiran dan ideologi yang ada. Dia mengetahui dan mengamalkan metode dakwah yang baik serta mengetahui kondisi objek dakwah. Dai harus menanamkan terlebih dahulu pemahaman akidah, kewajiban dan sunah yang harus dikerjakan objek dakwah. Kemudian yang paling pokok, dai tidak membedakan objek dakwah dalam minat dan kesungguhannya.[14]

b.        Tahap Pembentukan dan Pembinaan
Sebelum memasuki tahap ini, ada hal yang perlu dilihat psikologi dan emosi objek dakwah tersebut. Realitasnya, hanya orang-orang tertentu yang mampu mengemban amanah ini, mereka memahami seluruh aspek di atas, mampu melaksanakannya, dan rela mengorbankan diri, harta serta kedudukan yang diembannya. Adapun kesungguhan, kerja keras dan usaha tidak akan lahir kecuali dakwah merasuki pikirannya, hatinya, dan darah dagingnya. Setelahnya, barulah dibentuk dan dibina, kesadaran rohani yang muncul setelah tahap penerangan harus terus dibina dan dipelihara, serta angan sampai lingkungan tempat ia tinggal menjadikan kesadaran itu musnah.[15]

c.         Tahap Pelaksanaan
Setelah dua tahap di atas diterapkan, barulah melaksanakan tujuan yang hendak dicapai. Tahap demi tahap yang dilakukan hanya merupakan bahan mentah dan yang memberikan hidayah itu Allah. Akan ada beberapa cobaan dan ujian untuk membersihkan dan membedakan yang beriman dan kafir, yang benar dan dusta. Masyhur mengutip perkataan al-Banna, betapa banyak orang yang pandai berkata dan sedikit yang bisa mengamalkan dan melaksanakan.[16]

2.     Solusi Mustafa Masyhur dalam Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia
Teori dakwah Mustafa Masyhur berusaha menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda Melalui pendekatan Islam. Filosofisnya, jika kepahaman agama pemuda sudah kuat dan benar, maka akan mudah mengajaknya mencapai tujuan yang diimpikan. Ditambah lagi dengan Islam memang sudah mengatur juga masalah nasionalisme religius. Hampir sama dengan pendapat Jonathan Fox, bahwa peran agama dalam membangkitkan semangat nasionalisme di dunia ini sangat besar, meskipun peran agama bukanlah satu-satunya faktor kebangkitan tersebut. Tercatat, mulai dari tahun 1945-1980, pengaruh agama dan non-agama terhadap semangat itu hampir seimbang. Akan tetapi, mulai dari tahun 1980-2001, peran agama melampaui non-agama dan bahkan pengaruh tersebut terus meningkat.[17]
Seperti yang terjadi di Indonesia, menurut Amry Vandenbosch, agama sangat mendominasi dalam pemicu tumbuhnya semangat nasionalisme. Tegasnya, meskipun Indonesia terbagi atas sejumlah besar pulau-pulau yang terpisah dan masyarakat yang sangat memegang adat dan etnologinya masing-masing, dengan kekuatan agama, semuanya dapat disatukan. Selain dari itu, agama juga mendominasi dalam semangat nasionalis partai. Sebagaimana halnya partai nasionalis pertama di Indonesia yang didirikan oleh Budi Utomo, pada akhirnya dikalahkan juga oleh partai baru, Sarekat Islam. Unsur religius mungkin di dalam pergerakan atau partai hanya sebagai daya tarik ke masyarakat, tetapi faktanya, partai baru dengan dasar Islam berkembang sangat pesat.[18]
Mengutip pendapat Roger Friendland, diharapkan nasionalisme religius membentuk komunitas berbasis agama, dipahami sebagai sarana ciptaan Tuhan, baik sebagai model pemerintahan dan sebagai unit bangsa. Nasionalisme religius menciptakan teritorial bangsa yang bersih dan pada praktik politiknya, mengubah ruang ibadah menjadi ruang publik yang dipolitisasikan pada sebuah bangsa.[19] Adapun langkah konkrit dalam menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda berdasarkan teori dakwah Mashhu>r adalah sebagai berikut:

a.        Pengenalan Dakwah
Pengenalan dakwah bukan berarti memperkenalkan tata cara berdakwah pada pemuda, tetapi memperkenalkan ajaran Islam yang komprehensif kepadanya. Dikarenakan mayoritas pemuda Indonesia berada di sekolah, pesantren dan kampus, maka terlebih dahulu memperkenalkan Islam di tempat tersebut. Jika ingin melihat pengalaman negara yang mulai berhasil menerapkan itu bisa dilihat di Malaysia. Di malaysia, masyarakat dan pemerintahnya telah makin sadar bahwa modal akhlak akan mampu membawa kemajuan bangsa. Hal tersebut terlihat pada sekolah-sekolahnya sangat memperhatikan pengajaran akhlak pada bidang studi Agama Islam.[20]
Indonesia tampaknya harus mencontoh Malaysia sebagai negara yang menerapkan hal tersebut. Meskipun fokus utamanya bukan akhlak, tetapi pada setiap sekolah dan kampus di Indonesia harus mendapatkan pemahaman agama yang benar dan kuat meliputi seluruh aspeknya, karena agama diyakini mampu memberikan perubahan positif itu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Munamah membuktikan bahwa aktivitas keagamaan (salat dan zikir) secara kontinu mampu menanggulangi kenakalan remaja di sekolah.[21]
Hanya saja seorang pengemban dakwah, baik guru, dosen, dan aktivis lainnya, harus memahami kemurnian Islam terlebih dahulu sebelum menyampaikan ke murid, mahasiswa, atau lainnya. Bagaimana mungkin mendatangkan pemahaman yang benar pada objek yang didakwahi, sedangkan ia sendiri masih masih belum memahami dan mempraktikkan secara benar, terutama sekali menanamkan semangat nasionalisme religius. Dalam artian lain bahwa pengemban dakwah tidak menyesatkan umat dengan kebodohannya.
Di sisi yang lain, dakwah tidak akan sukses apabila tidak menyingkirkan dahulu tantangan bagi pendidikan di Indonesia sendiri. Untuk itu, tidak heran dalam teori pengenalan dakwah ini, pengemban dakwah harus mengetahui situasi dan kondisi yang dihadapi dengan banyak survei dan membaca. Hery Noer Aly dan Munzier S. menyebutkan enam tantangan tersebut, yang meliputi: 1). Kebudayaan Islam berhadapan dengan budaya Barat yang didukung oleh media masa (cetak maupun elektronik). 2). Tantangan yang bersifat internel, yaitu adanya upaya penghalangan dari beberapa pihak dalam produktivitas pemikiran keislaman. 3). Adanya pengaruh negatif budaya luar yang dibawa oleh pelajar Muslim khususnya Indonesia yang belajar di negeri Asing. 4). Sistem kebudayaan Islam yang masih terpaku dengan metode tradisional dan tidak mau menerima ide-ide modern. 5). Kurikulum universitas yang masih mengabaikan kebudayaan Islam dan anggapan bahwa tugas pembekalan keagamaan itu tugasnya universitas Islam. 6). Tidak adanya pendidikan yang memfokuskan untuk anak-anak putri, padahal mereka akan menjadi ibu rumah tangga dan juga akan bertanggungjawab dengan pendidikan anaknya kelak.[22]
Meskipun demikian, harus ada usaha dan kerja keras untuk mengatasinya. Misalnya metode pengajaran harus ditingkatkan, artinya baik guru maupun tenaga pendidik lainnya harus mengetahui benar kondisi muridnya. Inilah yang disebut dengan ilmu psikologi pendidikan. Saat murid sedang tegang, harus mampu membawa mencairkan suasana dengan candaan misalnya, karena Rasulullah juga pernah bercanda. Tentu harus mengerti betul tata cara bercanda yang dimaksud di sini.[23]
Selain dari tugas pengajar baik di sekolah maupun di kampus, ada juga hal lain yang dapat memberikan pengaruh positif pada pemuda, yaitu teman atau sahabatnya sendiri. Dirasa pengaruh itu akan berdampak lebih besar, karena waktu bersama teman lebih banyak dibandingkan dengan guru/ dosen, tetapi harus tahu juga kiatnya. Ahmad Atian menyebutkan lima hal yang harus diterapkan oleh seorang teman ke temannya yang lain, yang meliputi: 1). Dakwah prestasi, yaitu dakwah yang berusaha mewujudkan berbagai prestasi gemilang dalam kehidupan teman (dai) sehingga dapat memberikan simpatik tersendiri ke temannya yang lain. 2). Perjuangan, yaitu dai harus berjuang keras untuk menyelamatkan rekannya dari keterpurukan. 3). Dakwah kaya, yaitu selain dari memberikan simpatik dengan prestasi, adakalanya kekeyaan juga menjadi pemikat bagi teman yang lain, lebih-lebih terhadap teman yang lagi kesusahan dari segi ekonomi. 4). Ketokohan sosial, yaitu dai harus menjadi tokoh yang menjadi panutan. 5). Kepemimpinan sejati, hampir sama dengan dakwah melalui suatu sistem, yaitu sang dai harus menjadi pemimpin di organisasi tertentu sehingga akan lebih mudah mengorganisir temannya.[24]
Pengemban dakwah harus juga memanfaatkan dari sejumlah kegiatan yang berpengaruh bagi pemuda. Dengan itu, pengemban dakwah bisa juga berdakwah melalui pendekatan itu. Taufiq al-Wa‘i telah menjelaskan tempat-tempat yang berpengaruh bagi generasi muda yang harus dimanfaatkan oleh pengemban dakwah, yaitu: pada kegiatan olah raga, seni dan kreasi, lagu dan nasyid, acara hiburan, lukisan dan dekorasi, kegiatan ekstra (seperti rihlah), kegiatan jurnalistik dan media, dan kegiatan keagamaan.[25]
Meskipun demikian, pengemban dakwah jangan menbedakan objek dakwah. Kebenaran Islam harus diketahui oleh semua orang tanpa memilih dan memilah objek dakwah. Pengemban dakwah harus belajar juga dari sejarah Rasulullah yang pernah ditegur karena memilih objek dakwah seperti yang tertera dalam  surat ‘Abasa.[26] Kemudian, pendakwah jangan menjelaskan terlebih dahulu masalah yang bersifat pro dan kontra dalam ibadah. Cukup awal-awal memberikan pemahaman akidah, kewajiban dan sunah yang paling mudah dan paling mungkin diterapkan. Tidak akan berarti ketika ikhtilafiyah (perbedaan) dalam konsep Islam dijelaskan apabila susah diterapkan. Akan lebih baik terlebih dahulu memberikan pemahaman yang simpel, tetapi mudah diamalkan secara kontinu.

b/c. Tahap Pembentukan dan Pembinaan serta Pelaksanaan
Secara lambat laun, objek dakwah akan tersisihkan sendiri mana yang menerima dakwah dan tidak. Perjalanan waktu telah menyisihkan hal itu. Diantaranya akan ada yang beralasan karena tidak punya waktu, terhalang dengan kegiatan les dan belajar, orang tua yang melarang, dan hal-hal lain. Untuk itu, jangan heran jika dalam tahap ini hanya sedikit bisa dibentuk (dikaderkan) dan dibina. Senada dengan Masyhur, Najih Ibrahim juga mengatakan kendati dakwah telah disampaikan ke banyak orang, tetap saja hanya sedikit yang menerima dan dari golongan yang menerima tersebut hanya sedikit juga yang mengamalkan secara sungguh-sungguh. Bahkan, saking sedikitnya mereka bisa dihitung dengan jari dan namanya gampang dihafal. Kalau ditanya pun ke mereka tentang peran, tugas, tanggung jawab, sumbangsihnya terhadap agama Islam, maka mereka akan menjawab “kami hanya pendengar.”[27]
Dari jumlah yang sedikit tersebut, barulah akan dibentuk dan bina, serta pada akhirnya bersama-sama menuju semangat nasionalisme religius. Seiring perjalanan waktu, dengan terus menambah pemahaman sesuai metode dan cara pada tahap pertama, semangat nasionalisme religius akan muncul dengan sendirinya. Di tambah lagi wataniyat al-hanin (nasionalisme kerinduan) memang sudah tertanam di dalam hati dan sebagai fitrah manusia. Selain dari itu, Islam juga memerintahkan hal tersebut.[28]

C.     KESIMPULAN
Teori dakwah Mustafa Masyhur merupakan teori dakwah yang komplit dan tetap relevan dengan zaman kekinian.  Dalam menumbuhkan semangat religius pemuda, teori menawarkan tiga tahap, yaitu tahap pengenalan dakwah, tahap pembentukan dan pembinaan, dan tahap penerapan. Pada akhirnya jika tahap-tahap ini diikuti, akan menyelamatkan pemuda Indonesia dari pengaruh negatif sekaligus menjadikan pemuda yang memperjuangkan dan memajukan bangsa Indonesia.

 
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Jurnal:

al-Anani, Khalil. The Power of the Jamaa: The Role of Hasan al-Banna in Constructing the Muslim Brotherhood’s Collective Identity.” Brill (2013): 4-11, http://www.brill.com/files/brill.nl/specific/downloads/35734-Preview_SOI.pdf (diakses 26 Februari 2015).
Fox, Jonathan. The Rise of Religious Nationalism and Conflict: Ethnic Conflict and Revolutionary Wars, 1945-2001.” Journal of Peace Research 6 (2004): 715, http://www.jstor.org/stable/4149714 (diakses 19 April 2015). 
Friendland, Roger. Money, Sex, and God: The Erotic Logic of Religious Nationalism.” Sociological Theory 3 (2002): 383, http://www.jstor.org/stable/3108617 (diakses 17 April 2015).
Levy, Ran A. The Idea of jihad and Its Evolution: H{asan al-Banna and the Society of the Muslim Brothers.” Die Welt Des Islams 54 (2014): 154, http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/15700607-00542p01?crawler=true&mimetype=application/pdf (diakses 14 Februari 2015).
R. Nasir, dkk. “Psychosocial Factors Between Malaysian and Indonesian Juvenile Delinquents.” World Applied Sciences Journal 12 (2011): 52,  http://www.idosi.org/wasj/wasj12%28SPSHD%2911/10.pdf (diakses 18 April 2015).
Ramadhan, Hamdan dan Muhammad Mahmud Ahmad. “al-Fikr al-Ijtima‘i wa-al-Siyasi lil-Imam al-Shahid H{asan al-Banna Dirasah Tahliliyah fi ‘Ilm al-Ijtima‘ al-Siyasi.” Collage of Islamic Sciences Magazine 12 (2012): 20-26, http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=61866 (diakses 26 Februari 2015).
Sarwini. “Kenakalan Anak (juvenile delinquency): Kausalitas dan Upaya Penanggulangannya.” Perspektif 4 (2011): 245, http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201209442514478516/5.pdf (diakses 19 April 2015).
Tuah, Abdul Hafiz Mat dkk. Memperkasakan Jati Diri Melayu-Muslim Menerusi Pendidikan Islam dalam Pengajaran Akhlak. Jurnal Hadhari Special Edition (2012): 23, http://www.ukm.my/jhadhari/makalah/khas2012/JD005862%2023-36.pdf (diakses 18 April 2015).
Vandenbosch, Amry. “Nationalism and Religion in Indonesia.” Far Eastern Survey 18 (1952): 182, http://www.jstor.org/stable/3023866 (diakses 19 April 2015).
Sumber Buku:
al-Banna, Hasan. Majmu‘atur Rasail, diterjemahkan oleh  Khozin Abu Faqih dengan judul Kumpulan Risalah Dakwah Hasan al Banna Jilid 1. Jakarta: Al-I’tishom, 2007.
al-Buti, Muhammad Sa‘id Ramadan. Fiqh al-Sirah: Dirasah Manhajiyah ‘Ilmiyah li-Sirat al-Mustafa ‘Alayh al-Salah wa-al-Salam, diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhid dengan judul Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Jakarta: Robbani Press, 2007.
Al-Sayyid bin Ahmad Hamudah. al-Mizaah Adab wa-Ahkam, diterjemahkan oleh Yunus dengan judul Canda Nabi dan Orang-orang Shalih. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2011.
al-Wa‘i, Taufiq. Da‘wah Ila Allah, diterjemahkan oleh Muhith M. Ishaq dengan judul Dakwah ke Jalan Allah; Muatan, Sarana dan Tujuan. Jakarta: Robbani Press, 2010.
Aly, Hery Noer dan Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani, 2000).
Atian, Ahmad. Menuju Kemenangan Dakwah Kampus. Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010.
Ibarahim, Najih Muhammad. Risalah Ila Kull Man Ya‘mal lil-Islam, diterjemahkan oleh Fadhli Bahri dengan judul Taushiyah untuk Aktivis Islam. Jakarta Timur: an-Nadwah, 2003.
Mashhur, Mustafa. Min Fiqh al-Da‘wah, diterjamahkan oleh Abu Ridho. dkk. dengan judul Fiqh Dakwah. Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat, 2008.
Munamah. Aktivitas Keagamaan Sebagai Solusi Kenakalan Remaja di Sekolah. (Tangerang Selatan: YPM, 2013).
Tim BIP. Materi Tarbiyah Edisi Lengkap. Solo: Bina Insani Press, 2010.








[1]Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad ‘Abd al-Rahman al-Banna al-Sa‘ati. Dia merupakan tokoh pendiri Ikwan al-Muslimin, lahir pada satu tahun setelah kematian tokoh pembaharu Islam terkenal, Muhammad ‘Abduh, pada 14 Oktober 1906, di kota kecil Mahmudiyah di provinsi Buhayra Kairo. Tumbuh di sebuah keluarga Muslim tradisional di mana ayahnya, Shaykh Ahmad ‘Abd al-Rahman al-Banna, seorang ulama dan imam masjid di Mahmudiyah. Setelah al-Banna menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, terjadi revolusi Mesir tahun 1919. Dia bergabung dengan demonstrasi menentang pendudukan Inggris, sebuah polemik nasionalis al-Banna terhadap kekuatan asing dan juga menjadi ciri identitas Ikhwan al-Muslimin. Ran A. Levy, “The Idea of jihad and Its Evolution: Hasan al-Banna and the Society of the Muslim Brothers,” Die Welt Des Islams 54 (2014), 154, http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/15700607-00542p01?crawler=true&mimetype=application/pdf (diakses 14 Februari 2015).

[2]...لأَِنَّ أَسَاسَ الإِْيْمَانِ الْقَلْبُ الذَّكِيُّ، وَأَسَاسَ الإِْخْلاَصِ الْفُؤَادُ النَّقِيُّ، وَأَسَاسَ الْحَمَاسَةِ الْشُّعُوْرُ الْقَوِيُّ، وَأَسَاسَ الْعَمَلِ الْعَزْمُ الفَتِيُّ، وَهَذِهِ كُلُّهَا لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ لِلشَّبَابِ. وَمِنْ هُنَا كَانَ الشَّبَابُ قَدِيْمًا وَ حَدِيْثًا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ عِمَادَ نَهْضَتِهَا...
Hasan al-Banna, Majmu‘atur Rasail, diterjemahkan oleh  Khozin Abu Faqih dengan judul Kumpulan Risalah Dakwah Hasan al Banna Jilid 1 (Jakarta: Al-I’tishom, 2007), 70. Lihat juga melalui situs http://www.dakahliaikhwan.com/viewarticle.php?id=19232 (diakses 17 April 2015).


[4]Sarwini, “Kenakalan Anak (juvenile delinquency): Kausalitas dan Upaya Penanggulangannya,” Perspektif 4 (2011), 245, http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201209442514478516/5.pdf (diakses 19 April 2015).

[5]R. Nasir, dkk., “Psychosocial Factors Between Malaysian and Indonesian Juvenile Delinquents,” World Applied Sciences Journal 12 (2011), 52,  http://www.idosi.org/wasj/wasj12%28SPSHD%2911/10.pdf (diakses 18 April 2015).

[6]Bahkan Rasulullah sendiri pernah dianiaya berupa dibuangnya kotoran dan tanah. Begitu juga dengan para sahabat dianiaya dengan ditanam hidup-hidup, kepalanya dibelah dua, dan disisir rambutnya dengan sisir besi hingga kulitnya kepalanya terkelupas. Muh}ammad Sa‘id Ramadan al-Buti, Fiqh al-Sirah: Dirasah Manhajiyah ‘Ilmiyah li-Sirat al-Mustafa ‘Alayh al-Salah wa-al-Salam, diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhid dengan judul Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. (Jakarta: Robbani Press, 2007), 83-84.

[7]Mustafa Masyhur, Min Fiqh al-Da‘wah, diterjamahkan oleh Abu Ridho. dkk. dengan judul Fiqh Dakwah ( Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat, 2008), 12-13.

[8]Mustafa Mashhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 13.

[9]Mustafa Mashhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 14-17.

[10]Khalil al-Anani, “The Power of the Jamaa: The Role of Hasan al-Banna in Constructing the Muslim Brotherhood’s Collective Identity,” Brill (2013), 4-11, http://www.brill.com/files/brill.nl/specific/downloads/35734-Preview_SOI.pdf (diakses 26 Februari 2015).

[11]Penegasan al-Banna tersebut di atas berdasarakan QS. al-Nah}l, 16: 64 (Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman). Hamdan Ramadan dan Muhammad Mahmud Ahmad, “al-Fikr al-Ijtima‘i wa-al-Siyasi lil-Imam al-Shahid Hasan al-Banna Dirasah Tahliliyah fi ‘Ilm al-Ijtima‘ al-Siyasi,” Collage of Islamic Sciences Magazine 12 (2012), 20-26, http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=61866 (diakses 26 Februari 2015).

`                [12]Tim BIP, Materi Tarbiyah Edisi Lengkap (Solo: Bina Insani Press, 2010), 78-80.

[13]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 18-19.

[14]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 19-21.

[15]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 22-23.

[16]Mustafa Masyhur, Min Fiqhi ad-Da‘wah, 26.

[17]Jonathan Fox, The Rise of Religious Nationalism and Conflict: Ethnic Conflict and Revolutionary Wars, 1945-2001,” Journal of Peace Research 6 (2004), 715, http://www.jstor.org/stable/4149714 (diakses 19 April 2015). 

[18]Amry Vandenbosch, “Nationalism and Religion in Indonesia,” Far Eastern Survey 18 (1952), 182, http://www.jstor.org/stable/3023866 (diakses 19 April 2015).

[19]Roger Friendland, Money, Sex, and God: The Erotic Logic of Religious Nationalism,” Sociological Theory 3 (2002), 383, http://www.jstor.org/stable/3108617 (diakses 17 April 2015).

[20]Abdul Hafiz Mat Tuah, dkk., Memperkasakan Jati Diri Melayu-Muslim Menerusi Pendidikan Islam dalam Pengajaran Akhlak, Jurnal Hadhari Special Edition (2012), 23, http://www.ukm.my/jhadhari/makalah/khas2012/JD005862%2023-36.pdf (diakses 18 April 2015).

[21]Munamah, Aktivitas Keagamaan Sebagai Solusi Kenakalan Remaja di Sekolah (Tangerang Selatan: YPM, 2013), 170.

[22]Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), 227-234.

[23]Canda yang dimaksud adalah canda yang tidak dikotori dengan hal-hal yang benci oleh Allah, tidak mengandung dosa, dan tidak menyebabkan purusnya silaturahmi. Al-Sayyid bin Ahmad Hamudah menegaskan bahwa candaan yang dilakukan Rasulullah bersifat menghibur dan membahagiakan, serta mendekatkan hubungannya dengan sahabat. Al-Sayyid bin Ahmad Hamudah, al-Mizaah Adab wa-Ahkam, diterjemahkan oleh Yunus dengan judul Canda Nabi dan Orang-orang Shalih (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2011), 3.

[24]Ahmad Atian, Menuju Kemenangan Dakwah Kampus (Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010), 79-104.

[25]Taufiq al-Wa‘i, Da‘wah Ila Allah, diterjemahkan oleh Muhith M. Ishaq dengan judul Dakwah ke Jalan Allah; Muatan, Sarana dan Tujuan (Jakarta: Robbani Press, 2010), 590-599.

[26]Ketika itu Rasulullah lagi sibuk berdakwah dari pembesar Quraish, tiba-tiba datang Ibn Umi Maktum, seorang laki-laki yang buta lagi fakir, ingin mendapatkan penerangan agama juga dari Rasul. Kemudian Rasul benci kepadanya dan memalingkan wajah. Atas peristiwa itu,  Rasulullah ditegur melalui surat ‘Abasa. Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur‘an Surat ‘Abasa, 2.  melalui situs: http://www.startimes.com/f.aspx?t=32252802 (diakses 21 April 2015).

[27]Najih Muhammad Ibarahim, Risalah Ila Kull Man Ya‘mal lil-Islam, diterjemahkan oleh Fadhli Bahri dengan judul Taushiyah untuk Aktivis Islam (Jakarta Timur: an-Nadwah, 2003), 91-92.


[28]Hasan al-Banna, Majmu‘atur Rasail, 31-32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar